Lubang Kunci



Jarum jam terus bergerak menimbulkan suara dentam menggema dalam ruang tengah apartemen yang kecil. Sekarang sudah pukul sebelas lebih seperempat malam, namun seorang gadis masih saja sibuk dengan laptopnya beserta sebuah headset bertengger di telinganya. Detik-detik mulai berlalu, namun si gadis masih saja memusatkan perhatiannya seakan layar laptop tersebut adalah pusat semestanya. Sampai kemudian ia menoleh ke pintu masuk yang berhadapan langsung dengan ruang tengah, tepatnya pada lubang kuncinya.
Wanita yang rambutnya dicepol tersebut berdiri dan menghampiri pintu, dengan gerakan cepat dia menutup lubang kunci tersebut dengan selembar kertas. Setelah itu ia kembali menghampiri laptopnya dan duduk dengan tenang, pikirannya sudah jauh lebih rileks dengan tertutupnya lubang kunci tadi. Nama gadis ini ialah Eve, seorang perempuan yang sangat waswas terhadap lubang kunci yang terbuka. Jangan heran apabila semua lubang kunci pintu apartemennya ditambal dengan kertas, karena ia sangat paranoid mengenai hal ini. Baginya lubang kunci yang terbuka selalu mengancam keamanannya, seolah lubang kunci tersebut mengawasi gerak-geriknya. Dan lubang kunci kecil yang masih terbuka selalu tampak bagai blackhole yang menganga lebar menurut Eve.
Ponselnya berdering dan bergetar di waktu bersamaan, mengakibatkan Eve terlompat di tempat. Lekas dihampirinya benda elektronik putih itu. “Ada apa, Fin?” tanyanya langsung.
“Ternyata kamu masih bangun, hehehe. Aku hanya mau berpesan, supaya kamu tidur dengan tenang dan jangan memikirkan tentang lubang kunci.” Suara di seberang menyambut dan menenangkan hati Eve bagaikan oasis di padang pasir.
Tapi Eve kembali tidak tenang, “Nggak bisa, Fin. Semua lubang kunci selalu membuatku ngeri.”
Sang kekasih di ujung sana tertawa geli, “Nggak ada apa-apa kok di balik lubang kunci apartemenmu, everything’s gonna be okay...”
“Makanya kamu cepet balik Surabaya, temenin aku di sini!” rengek Eve, airmatanya sudah tidak sabar melarikan diri dari kelopak matanya.
“Begitu kerjaanku beres semua, pasti aku bakal balik kok, Eve.”
“Oke, sampai akhir zaman aku bakalan nungguin kok. Hehehehe.”
Suara Fin kembali menyahut, “Lebay deh, kamu!”
Eve memutuskan sambungan telepon dengan senyum lebar dan lega. Ia selalu saja bahagia ketika cowoknya menelepon dari jauh, menandakan Fin masih peduli padanya.
Mengikuti nasihat kekasihnya, Eve pun mematikan laptop dan menuju kamar. Begitu ia menekan saklar lampu, kamarnya menjadi gelap sehingga ia dapat terlelap. Tapi lagi-lagi lubang kunci menghantui mimpinya...

Matahari masih sangat jauh dari peraduannya, namun Eve sudah terjaga dengan napas tersengal-sengal. Mimpi kali ini sungguh mengerikan dan terasa sangat nyata. Di mimpi itu ia tengah iseng mengintip lubang kunci pintu masuk apartemennya, dan setelah itu ia mendapat pemandangan menakutkan. Sebuah mata dengan guratan-guratan merah balas memandangnya. Selepas itu Eve langsung terbangun dan menjerit, lekas dinyalakannya lampu kamar.
Kemudian matanya menatap horor ke arah pintu depan, dimana kertas penutupnya telah sobek....

 Keterangan : majas personifikasi, majas perbandingan (simile).

#TantanganMinggu oleh #KampusFiksi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Novel Remedy karya Biondy Alfian

My First Solo Traveling Express to Batu, Malang (Ketika si Terisolasi Keluar dari Cangkangnya)

KETIKA KAMU MERASA TIDAK RUPAWAN